Minggu, 05 Februari 2017

KESUCIAN SANG BUNGA PART 5





Pernikahan Melati dan Dokter David sudah sebulan berlalu, pada awalnya Melati dibawa ke rumah Dokter David, namun karena hanya mereka berdua yang beragama Islam dan sulitnya Melati beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, juga keinginan Dokter David untuk memperdalam ilmu agama islam, akhirnya mereka pindah ke rumah Melati.
Di situlah cinta Melati kepada Dokter David semakin bertumbuh, di antara canda tawa yang mengiringi perbedaan yang ada. Dokter David terus memberi terapi pada Melati, sedangkan Melati memberikan pelajaran mengaji pada Dokter David yang keturunan Tionghoa ini. Dokter David sedikit kesulitan melafalkan bacaan Al-qur`an, karena lidah cadelnya. Tetapi karena itu jualah yang sering membuat Melati tertawa bahagia. Cinta itu terus berkembang mekar semerbak mengharumi taman surgawi yang mereka ciptakan berdua.  Meski Melati sudah bisa melupakan kejadian itu, tapi Melati belum sembuh total. Melati masih sangat takut untuk menaiki sepeda motor sendirian. Melati juga sangat ketakutan jika melihat sosok wajah Jaki meski itu adalah wajah orang lain yang mirip dengan Jaki. Namun Dokter David terus memupuk rasa berani itu.  Hingga suatu hari Melati dianggap sanggup, Melati diajak ke kantor polisi untuk menjenguk Jaki, kunjungan kepada Jaki itu semata-mata terapi untuk melawan ketakutan itu sendiri. Tapi kaki Melati tak mampu untuk melangkah masuk ke kantor polisi, kaki itu seakan-akan tertanam menancap di pintu masuk kantor polisi. Dokter David tak berputus asa terus bersabar untuk mengembalikan rasa berani istrinya itu.
Hari berlalu berganti minggu, cinta mereka semakin erat. Setelah terus mendapatkan terapi lambat laun Melati mulai berani memasuki kantor polisi, yang tak jauh dari rumahnya,  sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Akan tetapi Melati belum berani bertemu dengan Jaki. Hingga suatu hari atas ijin yang telah diberikan kepada Dokter David oleh pihak kepolisian, Dokter David meminta agar Jaki diperbolehkan menemui Melati di suatu ruangan di kantor polisi.
 Dokter David memaksa Melati untuk bertemu bertatap muka dengan Jaki.  Melati terus memberontak,  Dokter David terus memaksa, akhirnya Melati berpaling meninggalkan Dokter David sambil menangis.
Melati entah pergi kemana, tapi Dokter David tahu Melati akan pergi kemana. Perkiraan Dokter David, Melati akan berlari pulang ke rumah, jadi ia segera menyusulnya. Benar saja Melati sedang di kamarnya, duduk di depan lemari pakaian, matanya memandang tajam dengan derai air mata, tangan kanannya memegang salah satu lengan baju yang tergantung di situ, baju sang pahlawan hidupnya. Seperti itulah yang dilakukan Melati saat batinnya tertekan, Dokter Davidpun mendekatinya dengan perlahan.
“Bungaku  sayang, maafkan aku sudah memaksamu tadi,” ucap Dokter David, Melati terdiam mendengar itu.
“Tapi itu harus dilakukan sayang. Itu demi kebahagian kita bersama,” ucapnya lagi.
Kenapa harus takut. Kalau Melati takut, kita tidak akan bisa seperti Kak Sarah dan Kak Rijal, kita tidak bisa memberikan cucu pada Ayah dan Ibu,” jelas Dokter David kembali.
Maafkan Melati Mas. Melati ingin seperti Kak Sarah, Melati ingin membahagiakan Abi dan Umi, tapi Melati takut,” jawab Melati sembari memeluk Dokter David.
Ya sudah kalau Melati masih takut lain kali kita coba lagi,” sahut Dokter David.
Demi kebahagiaan, Dokter David terus berusaha, begitu juga dengan Melati. Mereka harus melakukan itu, Melati harus berani menghilangkan perasaan takutnya itu.
Menurut informasi yang diterima Dokter David dari temannya yang sebagai Dokter Spesialis Kandungan, selama Melati masih takut akan kejadian yang menimpanya, maka Melati akan sulit hamil. Itulah menurut analisa ilmu keDokteran, meski mereka dinyatakan sehat. Sedangkan menurut ajaran agama berarti Tuhan belum berkehendak memberikan kehamilan pada mereka. Apapun itu versinya yang penting mereka tetap berusaha. Sementara Sarah, sudah memiliki satu anak laki-laki yang diberi nama Sultan Anwar Rijaldi.
Satu lagi informasi yang diperolah Dokter David dari kepolisisan, bahwa dari hasil interogasi, Jaki memiliki satu rahasia penting. Dan hanya kepada Melatilah dia akan menyampaikan informasi itu. Karena alasan itu jugalah yang membuat Dokter David ingin Melati secepatnya berani menghadapi kenyataan hidup.
Hingga pada suatu hari, Dokter David mempunyai ide untuk mempertemukan Melati dengan Jaki. Sarah dan segenap keluarga sudah diberitahu tentang rencana itu. Dan mereka diharapkan berperan serta dalam rencana yang telah disusun oleh Dokter David sendiri. Melati tidak sedikitpun diberitahu alur ceritanya.  Melati akan dibiarkan seolah-olah ini berjalan tanpa rekayasa. Setelah mendapatkan persetujuan dari Melati, Dokter Davidpun menjalankan rencana itu disalah satu ruangan kosong di kantor polisi.
Rencananya yaitu, Melati akan bertemu dengan Jaki hanya dibatasi dengan sehelai kain. Melati hanya akan mendengarkan suara Jaki. Setelah semua persiapan dilakukan, Melati duduk di sebuah kursi dengan didampingi suaminya dan Sarah. Jakipun sudah duduk di kursi di balik tirai dengan tangan tetap diborgol. Awalnya Melati merasa sangat takut dan sempat berdiri dari duduknya, tapi akhirnya Melati berani duduk kembali di kursi yang sudah disiapkan, itupun setelah Dokter David dan Sarah meyakinkan hatinya.
Assalamualaikum,” sapa Jaki kepada Melati dari balik tirai.
Mendengar suara itu Melati sangat kaget, tubuhnya tiba-tiba menggigil, suara itu sangat hebat hingga mampu membuat Melati tak mampu berkata. Hanya getaran tubuh dan keringat dingin yang terlihat mengalir dari wajah Melati. Namun Dokter David mampu menenangkan suasana, Melati bisa melalui tahap awal. Rencananya terus berjalan, setelah mendengarkan suara Jaki, maka tirai akan dibuka. Tapi sebelum tirai dibuka, sekali lagi Jaki diminta untuk bersuara dengan kalimat lain.
“Maafkan aku Melati,” ucap Jaki kembali.
 Mendengar kalimat itu, tubuh Melati kembali bergetar hebat, terus bergetar, kenangan  menakutkan itu kembali muncul di kepala Melati, terus merongrong jiwanya. Hampir saja Melati pingsan tak tahan melawan takut. Di saat ketakutan itu tak mampu dibendung, Melati berdiri dari tempat duduknya dan berlari meninggalkan ruangan. Di saat Melati melewati pintu ruangan yang sengaja dibuka, Melati menabrak sesosok tubuh yang langsung mendekapnya. Melati langsung terdiam dalam dekapan sosok tubuh itu. Mata Melati tak mampu berkedip, mata mereka saling bertatap, hanya air mata yang mengalir dari mata Melati saat sosok tubuh itu mendekap dan menggendongnya kembali memasuki ruangan. Melati terus menangis, mulutnya ingin berteriak, jiwanya ingin meronta tapi tatapan sosok itu terus memberikan arti sebuah pengharapan.
Sosok itu adalah pemuda itu, pahlawannya yang lengkap dengan pakaian saat pertama kali menolong Melati. Air mata Melati terus mengalir, Melati terus mendekap pemuda itu tanpa mampu berkedip. Sejenak tubuh Melati menggigil ketakutan di saat itulah pemuda itu melepaskan dekapan. Meletakkan tubuh Melati di atas lantai, Melatipun secara tak sadar melipat lututnya dan mendekap tubuhnya sendiri seakan-akan menutupi auratnya, padahal Melati saat itu masih berpakaian lengkap dan berada dalam ruangan disaksikan semua keluarga dan beberapa polisi.  Namun Melati seakan-akan kembali di saat kejadian lalu. Saat itulah pemuda itu melepaskan pakaian dan celananya, lalu memegang tangan Melati dan memakaikan bajunya ke tubuh Melati, juga memakaikan celananya ke kaki Melati. Sedetik kemudian Melati merasa tenang, tubuhnya tak lagi gemetaran. Nampak secercah bias sinar yang terlihat di mata Melati, lalu pemuda itu menggendong tubuh Melati. Melatipun melilitkan kedua tangannya ke pundak pemuda itu, secuil senyuman terlihat bersamaan dengan bersandarnya kepala Melati ke dada pemuda itu. Saat itulah pemuda itu tahu bahwa dulu Melati merasa hidup, pemuda itu tahu bahwa saat itulah Melati merasa tenang, lantas pemuda itu menurunkan tubuh Melati dan memeluknya dari belakang agar Melati mampu berdiri dan melihat apa yang ada di depannya dengan sempurna. Dengan satu isyarat yang di berikan kepada Doktert David,  pemuda itu meminta tirai pembatas Jaki di buka. Meski Melati sempat menangis ketakutan dan memalingkan kepala menyembunyikan pandangannya di dada pemuda itu, namun entah apa yang dibisikkan pemuda itu, Melati kembali tegar dan menatap dengan penuh amarah kepada Jaki.
Kebencian yang sudah membuncah itu kini terlepas, dengan segenap tenaga Melati meronta dari dekapan pemuda itu. Namun pemuda itu tetap menahan tubuh Melati. Mata Melati berubah menjadi merah, Melati terus meronta-ronta agar bisa terlepas dari dekapan itu, kakinya menendang Jaki, tangannya mencakar Jaki, tapi semua tak sampai, pemuda itu tetap menahan tubuh Melati yang terus meronta berusaha lepas dari dekapan pemuda itu. Emosi Melati terus menjadi, pemuda itupun dipukulnya, dicakarnya, lengannyapun digigit oleh Melati hingga terluka.
Lepaskan aku, lepaskan aku,” ucap Melati sambil meronta, wajah pemuda itu penuh darah oleh cakaran dan pukulan Melati. Tapi dia tetap saja tak melepaskan dekapannya. Akhirnya pecahlah emosi itu, lepaslah amarah itu, terbebaskan dengan suara tangisan Melati yang kembali memeluk pemuda itu. Melati kembali menangis dengan isakan suara memanggil ibunya, pemuda itupun semakin erat mendekap tubuh Melati sambil mengelus kepalanya.
Menangislah Melati, menangislah, ucapnya.
            Melihat itu, ibu Melati yang sedari tadi melihat dari luar ruangan bersama seluruh keluarga juga ibu dari pemuda itu langsung menghampiri Melati dan memeluknya. Sarahpun ikut memeluk dan menangis. Ayah Melatipun ikut memeluk, meski ayah terlihat lebih bisa menerima kejadian itu. Beberapa saat semua ikut larut oleh suasana haru, bahkan beberapa polisi dan Jakipun terlihat meneteskan air mata. Tak lama berselang semua menjadi tenang, Melati sudah berani menatap Jaki, tapi Melati tak berani melepaskan pelukannya. Melati hanya berpaling kearah Jaki, di saat itulah Jaki meminta maaf atas kejadian dulu. Melati tak mampu berucap, hanya melihat wajah Jaki. Seolah-olah Melati tidak pernah kenal dengan Jaki.
Setelah dianggap cukup, merekapun bersama-sama kembali pulang, Melatipun tetap menggenggam tangan pemuda itu. Selama perjalanan Melati duduk di samping pemuda itu dan terus menyandarkan kepalanya di pundak pemuda itu. Sedangkan Ibunya terus mengelus kepalanya sambil membersihkan darah yang masih mengalir di wajah dan lengan pemuda itu, bekas cakaran Melati tadi. Setelah sampai di rumah, Melati masih tak mau melepas genggaman tangannya, yang lainpun hanya terdiam membiarkan Melati melakukan sesuka hatinya. Hingga Melati tertidur di kursi di ruang keluarga di samping tubuh pemuda itu, yang akhirnya dengan tidak sadar Melati melepaskan genggaman tangannya. Kemudian Sarah mengantar dan menunjukkan kepada pemuda itu kamar mandi agar dapat membersihkan lukanya, tak lupa memberikan pakaian baru, karena pakaiannya masih dipakai Melati yang masih tertidur. Setelah membersihkan diri, sebenarnya pemuda itu hendak kembali pulang, namun atas permintaaan Dokter David bahwa masih ada lagi rentetan rencana yang sudah disusun rapi. Tugas terakhir adalah menunggu hingga Melati terbangun, karena kalau Melati terbangun dan tidak menemukan pahlawannya di sisinya, takutnya Melati akan mengalami ketakutan lagi. Dan benar adanya Melati terbangun dari tidurnya, iapun langsung mencari pemuda tersebut.
Pemuda itupun lantas mendekati Melati dan duduk di sampingnya. Semua keluarga menyaksikan itu, Sarah duduk bersama dengan Rijal, Ayah duduk bersama Dokter David, Ibu Melati duduk bersama Ibu pemuda itu juga ada Sultan anak Sarah yang sedang asik bermain di depan televise. Semua yang ada di ruang keluarga itu tak luput dari pandangan Melati. Lantas Melati kembali memandang pemuda itu dan tersenyum, kemudian Melati berterima kasih sambil menunduk seakan-akan hendak bersujud di depan pemuda itu, tapi cepat-cepat pemuda itu memegang lengan Melati.
Sudahlah Melati, yang seharusnya menunduk itu adalah aku bukan kamu,” ucap pemuda itu.
Melatipun tersenyum dan berdiri, lalu berjalan menghampiri Ayahnya, memeluknya dan mencium pipi Ayahnya. Kemudian Dokter David suaminya, Sarah, Rijal, Ibunya dan terakhir Ibu pemuda itu. Melatipun duduk di samping ibu pemuda itu dan menggenggam tangan ibu pemuda itu,
Terima kasih Bu, ucap Melati.
Aku yang harus berterima kasih karena sudah memperbolehkan aku dan anakku duduk bersama keluargamu,” ucap sang Ibu.
Kemudian Ayah Melati berseru kepada pemuda itu.
 Nah, permintaan keduamu sudah kami ceritakan kepada ibumu. Bukan hanya bercerita, tapi Alloh memperlihatkan sendiri kepada Ibumu atas apa yang sudah kamu lakukan.
Terima kasih Pak Ustadz, jawab pemuda itu.
Tapi sekian lama mengenalmu, kami tidak tahu siapa namamu?” Tanya Sarah kemudian.
“Eee…aku Samik Abdul Jabbar Kak, jawab pemuda itu sedikit terbata.
Lalu Ibu, siapa namanya?Tanya Sarah kepada Ibu pemuda itu.
Aku Ibu Fatimah, jawab Ibu pemuda itu.
Merekapun larut dalam obrolan, Melati tetap saja duduk di samping ibu Fatimah dan tetap memegang tanganya. Setelah beberapa lama kemudian, Ibu Fatimah dan Jabbar, nama panggilan pemuda itu, memohon pamit untuk pulang. Dan lagi-lagi Rijal yang menawarkan diri untuk mengantarnya pulang.
**** BERSAMBUNG ****