Pernikahan Melati dan Dokter David sudah sebulan berlalu,
pada awalnya Melati dibawa ke rumah Dokter David, namun karena hanya
mereka berdua yang beragama Islam
dan sulitnya Melati beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, juga keinginan Dokter David untuk memperdalam ilmu
agama islam, akhirnya mereka pindah ke rumah Melati.
Di situlah cinta Melati kepada Dokter David semakin bertumbuh, di
antara canda tawa yang mengiringi perbedaan yang ada. Dokter David terus memberi terapi pada Melati, sedangkan Melati memberikan
pelajaran mengaji pada Dokter David yang keturunan Tionghoa ini. Dokter David sedikit kesulitan
melafalkan bacaan Al-qur`an, karena lidah cadelnya. Tetapi karena itu jualah
yang sering membuat Melati tertawa bahagia. Cinta
itu terus berkembang mekar semerbak mengharumi taman surgawi yang mereka
ciptakan berdua. Meski
Melati sudah bisa melupakan kejadian itu, tapi Melati belum sembuh total. Melati
masih sangat takut untuk menaiki sepeda motor sendirian. Melati juga sangat ketakutan
jika melihat sosok wajah Jaki meski itu adalah wajah orang lain yang mirip
dengan Jaki. Namun Dokter David terus memupuk rasa
berani itu. Hingga
suatu hari Melati dianggap sanggup, Melati diajak ke kantor polisi untuk
menjenguk Jaki, kunjungan kepada Jaki itu semata-mata terapi untuk melawan
ketakutan itu sendiri. Tapi kaki Melati tak mampu untuk melangkah masuk ke
kantor polisi, kaki itu seakan-akan tertanam menancap di pintu masuk kantor
polisi. Dokter David tak berputus asa terus
bersabar untuk mengembalikan rasa berani istrinya itu.
Hari berlalu berganti minggu, cinta
mereka semakin erat. Setelah
terus mendapatkan terapi lambat laun Melati mulai berani memasuki kantor
polisi, yang tak jauh dari rumahnya, sekitar 15 menit dengan berjalan kaki. Akan tetapi Melati belum berani bertemu dengan Jaki. Hingga suatu hari atas
ijin yang telah diberikan kepada Dokter David oleh pihak kepolisian, Dokter David meminta agar Jaki diperbolehkan menemui Melati di suatu
ruangan di kantor polisi.
Dokter David memaksa Melati untuk
bertemu bertatap muka dengan Jaki. Melati terus memberontak, Dokter David terus memaksa, akhirnya Melati berpaling meninggalkan Dokter David sambil menangis.
Melati entah pergi kemana, tapi Dokter David tahu Melati akan pergi
kemana. Perkiraan Dokter David, Melati akan
berlari pulang ke rumah, jadi ia segera menyusulnya. Benar saja Melati sedang
di kamarnya, duduk di depan lemari pakaian, matanya memandang tajam dengan
derai air mata, tangan kanannya memegang salah satu lengan baju yang tergantung
di situ, baju sang pahlawan hidupnya. Seperti
itulah yang dilakukan Melati saat batinnya tertekan, Dokter Davidpun mendekatinya dengan perlahan.
“Bungaku sayang, maafkan aku sudah memaksamu tadi,” ucap Dokter David, Melati terdiam mendengar itu.
“Tapi itu harus dilakukan sayang. Itu demi kebahagian kita bersama,” ucapnya
lagi.
“Kenapa
harus takut. Kalau
Melati takut, kita tidak akan bisa seperti Kak
Sarah dan Kak Rijal, kita tidak bisa memberikan cucu pada Ayah dan Ibu,” jelas Dokter David kembali.
“Maafkan
Melati Mas. Melati ingin seperti Kak
Sarah, Melati ingin membahagiakan Abi
dan Umi, tapi Melati takut,” jawab Melati sembari memeluk Dokter
David.
“Ya
sudah kalau Melati masih takut lain kali kita coba lagi,” sahut Dokter David.
Demi kebahagiaan, Dokter David terus berusaha, begitu juga dengan Melati. Mereka harus
melakukan itu, Melati harus berani menghilangkan perasaan takutnya itu.
Menurut informasi yang diterima Dokter David dari temannya yang sebagai
Dokter Spesialis
Kandungan, selama Melati masih takut akan
kejadian yang menimpanya, maka Melati akan sulit hamil. Itulah
menurut analisa ilmu keDokteran, meski mereka dinyatakan
sehat. Sedangkan menurut ajaran agama berarti Tuhan belum
berkehendak memberikan kehamilan pada mereka. Apapun itu versinya yang penting mereka
tetap berusaha. Sementara Sarah,
sudah memiliki satu anak laki-laki yang diberi nama Sultan Anwar
Rijaldi.
Satu lagi informasi yang diperolah Dokter David dari kepolisisan, bahwa dari hasil interogasi, Jaki memiliki satu rahasia penting. Dan hanya kepada Melatilah dia akan
menyampaikan informasi itu. Karena alasan itu jugalah yang membuat Dokter David ingin Melati
secepatnya berani menghadapi kenyataan hidup.
Hingga pada suatu hari, Dokter David mempunyai ide untuk
mempertemukan Melati dengan Jaki. Sarah dan segenap keluarga sudah
diberitahu tentang rencana itu. Dan mereka diharapkan berperan serta dalam rencana yang
telah disusun oleh Dokter David sendiri. Melati tidak
sedikitpun diberitahu alur ceritanya. Melati
akan dibiarkan seolah-olah ini berjalan tanpa rekayasa. Setelah mendapatkan persetujuan
dari Melati, Dokter Davidpun menjalankan rencana
itu disalah satu ruangan kosong di kantor polisi.
Rencananya yaitu, Melati akan bertemu dengan Jaki hanya dibatasi dengan sehelai kain. Melati hanya akan mendengarkan suara Jaki. Setelah semua persiapan dilakukan, Melati
duduk di sebuah kursi dengan didampingi suaminya dan Sarah. Jakipun sudah duduk
di kursi di balik tirai dengan tangan tetap diborgol. Awalnya Melati merasa
sangat takut dan sempat berdiri dari duduknya,
tapi akhirnya Melati berani duduk kembali di kursi yang sudah disiapkan, itupun
setelah Dokter David dan Sarah meyakinkan hatinya.
“Assalamualaikum,” sapa Jaki kepada Melati dari balik tirai.
Mendengar suara itu Melati sangat
kaget, tubuhnya tiba-tiba menggigil, suara itu sangat hebat hingga mampu
membuat Melati tak mampu berkata. Hanya getaran tubuh dan keringat dingin yang
terlihat mengalir dari wajah Melati. Namun Dokter David mampu menenangkan
suasana, Melati bisa melalui tahap awal. Rencananya terus berjalan, setelah
mendengarkan suara Jaki, maka tirai akan dibuka. Tapi sebelum tirai dibuka, sekali lagi Jaki diminta
untuk bersuara dengan kalimat lain.
“Maafkan aku Melati,” ucap Jaki kembali.
Mendengar kalimat itu, tubuh Melati kembali
bergetar hebat, terus bergetar, kenangan menakutkan itu kembali muncul di kepala Melati,
terus merongrong jiwanya. Hampir saja Melati pingsan tak tahan melawan takut.
Di saat ketakutan itu tak mampu dibendung, Melati berdiri dari tempat duduknya
dan berlari meninggalkan ruangan. Di saat Melati melewati pintu ruangan yang
sengaja dibuka, Melati menabrak sesosok tubuh yang langsung mendekapnya. Melati
langsung terdiam dalam dekapan sosok tubuh itu. Mata Melati tak mampu berkedip, mata mereka saling
bertatap, hanya air mata yang mengalir dari mata Melati saat sosok tubuh itu
mendekap dan menggendongnya kembali memasuki
ruangan. Melati terus menangis, mulutnya ingin berteriak, jiwanya ingin meronta
tapi tatapan sosok itu terus memberikan arti sebuah pengharapan.
Sosok itu adalah pemuda itu,
pahlawannya yang lengkap dengan pakaian saat pertama kali menolong Melati. Air mata Melati terus mengalir, Melati
terus mendekap pemuda itu tanpa mampu berkedip. Sejenak tubuh Melati menggigil ketakutan di
saat itulah pemuda itu melepaskan dekapan. Meletakkan tubuh Melati di atas
lantai, Melatipun secara tak sadar melipat lututnya dan mendekap tubuhnya
sendiri seakan-akan menutupi auratnya, padahal Melati saat
itu masih berpakaian lengkap dan berada dalam
ruangan disaksikan semua keluarga dan beberapa polisi. Namun Melati seakan-akan kembali di saat
kejadian lalu. Saat itulah pemuda itu melepaskan pakaian dan celananya, lalu memegang tangan Melati dan memakaikan
bajunya ke tubuh Melati, juga memakaikan celananya ke kaki Melati. Sedetik
kemudian Melati merasa
tenang, tubuhnya tak lagi gemetaran. Nampak secercah bias sinar yang terlihat
di mata Melati, lalu pemuda itu menggendong tubuh Melati. Melatipun melilitkan kedua tangannya
ke pundak pemuda itu, secuil senyuman terlihat bersamaan dengan bersandarnya
kepala Melati ke dada pemuda itu. Saat
itulah pemuda itu tahu bahwa dulu Melati merasa hidup, pemuda itu tahu bahwa saat
itulah Melati merasa tenang, lantas pemuda itu menurunkan tubuh Melati dan memeluknya
dari belakang agar Melati mampu berdiri dan melihat apa yang ada di depannya
dengan sempurna. Dengan satu isyarat yang di berikan kepada Doktert David, pemuda itu meminta
tirai pembatas Jaki di buka. Meski Melati
sempat menangis ketakutan dan memalingkan kepala menyembunyikan pandangannya di
dada pemuda itu, namun entah apa yang dibisikkan pemuda itu, Melati kembali
tegar dan menatap dengan
penuh amarah kepada Jaki.
Kebencian yang sudah membuncah itu
kini terlepas, dengan segenap tenaga Melati meronta dari dekapan pemuda itu. Namun
pemuda itu tetap menahan tubuh Melati. Mata Melati berubah menjadi merah, Melati terus
meronta-ronta agar bisa terlepas dari dekapan itu, kakinya menendang Jaki,
tangannya mencakar Jaki, tapi semua tak sampai, pemuda itu tetap menahan tubuh Melati
yang terus meronta berusaha lepas dari dekapan pemuda itu. Emosi Melati terus
menjadi, pemuda itupun dipukulnya, dicakarnya, lengannyapun digigit oleh Melati
hingga terluka.
“Lepaskan
aku, lepaskan aku,” ucap Melati sambil meronta, wajah pemuda itu penuh darah
oleh cakaran dan pukulan Melati. Tapi
dia tetap saja tak melepaskan dekapannya. Akhirnya pecahlah emosi itu, lepaslah amarah
itu, terbebaskan dengan suara tangisan Melati yang kembali memeluk pemuda itu. Melati kembali menangis
dengan isakan suara memanggil ibunya, pemuda itupun semakin erat mendekap tubuh
Melati sambil mengelus kepalanya.
“Menangislah
Melati, menangislah,” ucapnya.
Melihat
itu, ibu Melati yang sedari tadi melihat dari luar ruangan bersama seluruh
keluarga juga ibu dari pemuda itu langsung menghampiri Melati dan memeluknya. Sarahpun ikut memeluk dan
menangis. Ayah Melatipun ikut memeluk,
meski ayah terlihat lebih bisa menerima kejadian itu. Beberapa
saat semua ikut larut oleh suasana haru, bahkan beberapa polisi dan Jakipun
terlihat meneteskan air mata. Tak
lama berselang semua menjadi tenang, Melati sudah berani menatap Jaki, tapi Melati
tak berani melepaskan pelukannya. Melati hanya berpaling kearah Jaki, di saat itulah Jaki meminta maaf
atas kejadian dulu. Melati tak mampu berucap,
hanya melihat wajah Jaki. Seolah-olah
Melati tidak pernah kenal dengan Jaki.
Setelah dianggap cukup, merekapun bersama-sama kembali pulang, Melatipun tetap
menggenggam tangan pemuda itu. Selama
perjalanan Melati duduk di samping pemuda itu dan terus menyandarkan kepalanya
di pundak pemuda itu. Sedangkan
Ibunya terus mengelus kepalanya sambil membersihkan darah yang masih mengalir
di wajah dan lengan pemuda itu, bekas cakaran Melati
tadi. Setelah
sampai di rumah, Melati masih tak mau melepas genggaman tangannya, yang lainpun
hanya terdiam membiarkan Melati melakukan sesuka hatinya. Hingga
Melati tertidur di kursi di ruang keluarga di samping tubuh pemuda itu, yang
akhirnya dengan tidak sadar Melati melepaskan genggaman tangannya. Kemudian Sarah
mengantar dan menunjukkan kepada pemuda itu kamar mandi agar dapat membersihkan
lukanya, tak lupa memberikan pakaian baru, karena pakaiannya masih dipakai Melati
yang masih tertidur. Setelah membersihkan diri, sebenarnya pemuda itu hendak
kembali pulang, namun atas permintaaan Dokter David bahwa masih ada lagi rentetan
rencana yang sudah disusun rapi. Tugas
terakhir adalah menunggu hingga Melati terbangun, karena kalau Melati terbangun
dan tidak menemukan pahlawannya di sisinya, takutnya Melati akan mengalami
ketakutan lagi. Dan benar adanya Melati terbangun dari tidurnya, iapun langsung mencari pemuda
tersebut.
Pemuda itupun lantas mendekati Melati
dan duduk di sampingnya. Semua keluarga menyaksikan itu, Sarah duduk bersama dengan Rijal, Ayah duduk bersama Dokter David,
Ibu Melati duduk bersama Ibu pemuda itu juga ada Sultan
anak Sarah yang sedang asik bermain di depan televise. Semua
yang ada di ruang keluarga itu tak luput dari pandangan Melati. Lantas Melati
kembali memandang pemuda itu dan tersenyum, kemudian Melati berterima kasih sambil
menunduk seakan-akan hendak bersujud di depan pemuda itu, tapi cepat-cepat
pemuda itu memegang lengan Melati.
“Sudahlah
Melati, yang seharusnya menunduk itu adalah aku bukan kamu,” ucap pemuda itu.
Melatipun tersenyum dan berdiri, lalu
berjalan menghampiri Ayahnya, memeluknya
dan mencium pipi Ayahnya. Kemudian
Dokter David suaminya, Sarah, Rijal, Ibunya dan terakhir Ibu pemuda itu. Melatipun duduk di samping
ibu pemuda itu dan menggenggam tangan ibu pemuda itu,
“Terima
kasih Bu,” ucap Melati.
“Aku
yang harus berterima kasih karena sudah memperbolehkan aku dan anakku duduk
bersama keluargamu,” ucap sang Ibu.
Kemudian Ayah Melati berseru kepada pemuda itu.
“Nah, permintaan keduamu sudah kami ceritakan
kepada ibumu. Bukan
hanya bercerita, tapi Alloh
memperlihatkan sendiri kepada Ibumu atas apa
yang sudah kamu lakukan.”
“Terima
kasih Pak Ustadz,” jawab pemuda itu.
“Tapi
sekian lama mengenalmu, kami tidak tahu siapa namamu?” Tanya Sarah kemudian.
“Eee…aku Samik Abdul Jabbar Kak,” jawab
pemuda itu sedikit terbata.
“Lalu Ibu, siapa namanya?” Tanya
Sarah kepada Ibu pemuda itu.
“Aku
Ibu Fatimah,” jawab Ibu
pemuda itu.
Merekapun larut dalam obrolan, Melati
tetap saja duduk di samping ibu Fatimah dan tetap memegang tanganya. Setelah beberapa lama kemudian, Ibu Fatimah dan
Jabbar, nama panggilan pemuda itu, memohon pamit untuk pulang. Dan lagi-lagi Rijal yang menawarkan diri untuk
mengantarnya pulang.
**** BERSAMBUNG ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar