Tak lama berselang, datanglah pemuda itu di kediaman keluarga Melati, pemuda itu
masih mengenakan celana pendek dan kaos oblong. Melihat pemuda itu memasuki pintu rumah dan berdiri
dengan wajah menunduk hormat pada sang Ayah, Melati langsung berlari memeluknya. Tak menghiraukan hukum yang berlaku, tak
menghiraukan ada Ayah dan Ibunya, tak menghiraukan apapun. Melati memeluknya erat, tapi pemuda itu
hanya terdiam tetap tertunduk hormat pada sang guru, Ayah Melati. Melati menangis di
pelukan pemuda itu. Melati tak henti-hentinya
berterima kasih
atas apa yang sudah pemuda itu lakukan.
Akhirnya keluarga Melati tahu mengapa Melati ketakutan
melihat pemuda itu saat membuka celana dan bajunya. Tetapi terdiam saat pemuda itu memegang
tangannya. Ternyata
pemuda itu memakaikan baju dan celananya kepada Melati untuk menutupi auratnya. Setelah Melati melepaskan
pelukannya itu, barulah semua keluarga meminta maaf dan berterima kasih
padanya, sang Ayah bahkan hendak mencium tangannya, tapi buru-buru pemuda itu
melarangnya.
“Jangan Pak Ustadz, apapun yang
terjadi sayalah
yang harus mencium tangan Pak Ustadz. Karena Pak Utadz adalah guru saya,” ucap pemuda
itu.
Mendengar itu akhirnya Ayah Melati hanya memeluknya. Dan sebagai ucapan terima kasih, Ayah Melati akan memberikan apa saja yang pemuda
itu pinta. Dengan
syarat
permintaan yang wajar. Sebenarnya
pemuda itu menolak, tapi karena terus dipaksa akhirnya pemuda itu memberanikan diri untuk
meminta beberapa hal.
“Kalau
Pak Ustadz
memaksa, saya hanya akan meminta tiga hal,” ucap pemuda itu.
“Baiklah,
ayo katakan. Yang
penting bisa aku lakukan, Insyaalloh akan aku kabulkan,” jawab Ayah Melati.
“Yang
pertama, saya meminta celana
dan baju saya dikembalikan.”
Mendengar itu, buru-buru Melati memotong,
“Maaf
Bi,
bajunya akan Melati
simpan sebagai kenangan hidup. Mungkin
dengan baju dan celana
itu juga Melati
akan merasa tenang dan berani. Karena aku akan selalu ingat bahwa Alloh itu
tidak buta,” jelas Melati.
Karena sang Ayah kebingungan akhirnya sang Ayah meminta pada pemuda itu
untuk menggantikan dengan baju dan celana yang lain.
“Tidak
apa-apa Pak Ustadz,
yang penting saya
pulang tidak dengan pakaian seperti ini,” ucap pemuda itu.
Mendengar ucapan itu, Sarah buru-buru mengambilkan celana dan
baju baru,
yang sebenarnya itu untuk diberikan kepada Arman saat pernikahan adiknya nanti. Baju dan celana itu langsung saja diberikan kepada pemuda itu,
pemuda itupun tanpa pikir panjang langsung memakai celan dan bajunya, karena
merasa risih berdiri di depan keluarga gurunya dengan hanya memakai kaos oblong
dan celana pendek. Dan syukur ukuran baju dan celana yang
sarah berikan ternyata pas dengan ukuran pemuda itu. Setelah selesai berpakaian, pemuda itu
kembali melanjutkan permintaan yang kedua. Itupun setelah Ibu Melati yang meminta
untuk dilanjutkan ke permintaan kedua.
“Yang
kedua, saya
mohon Pak
Ustadz
ikut ke rumah saya. Untuk
menjelaskan kepada ibu
saya selama saya tidak pulang, bahwa saya berada di
sini untuk membantu pesta pernikahan Melati.”
“Insyaalloh
akan aku lakukan,” jawab Ayah Melati.
“Iya
Pak
Ustadz,
karena ibu saya
tidak akan marah kalau Ibu tahu bahwa saya berada di rumah Pak Ustadz. Meski dalam
waktu yang sangat lama, karena Pak Ustadz adalah Ustadz panutan
keluarga kami,” jelas pemuda itu
lagi.
“Insyalloh
nanti akan aku ceritakan semuanya pada ibumu, terus apa permintaanmu yang ketiga,” ucap Ayah Melati lagi.
Pemuda itupun melihat ke arah Ayah, lalu ke arah Ibu,
lalu ke Sarah,
ke Rijal
dan terakhir
di tatapan Melati
yang juga sedang menatapnya. Lama tatapan mereka tertatap, lalu pemuda
itu menundukkan kepala.
“Yang ketiga adalah ijinkanlah saya untuk .… tetap menjadi santri Pak Ustadz. Ijinkanlah saya untuk tetap
mengaji di sini hingga anak cucu saya nanti.”
Mendengar hal itu, Sang Ayah
berdiri memeluk pemuda itu.
“Iya kamu boleh selamanya mengaji di sini,” ucap Ayah Melati sambil
meneteskan air mata.
“Terima kasih Pak Ustadz,
Umi. Terima
kasih sudah mau menerima
saya, terima kasih,” ucapnya sambil mempererat pelukan kepada Ayah Melati.
Tak lama berselang akhirnya pemuda itu memohon pamit hendak pulang. Setelah bersalaman
ke seluruh keluarga, pemuda
itu melangkah pergi. Belum sempat dia keluar dari rumah, dia kembali menoleh ke belakang,
semua keluarga melihat itu, lalu pemuda itu menghampiri Melati. Semua terdiam.
“Melati,”
ucapnya.
“Iya kak,” jawab Melati.
“Melati
boleh menyimpan baju dan celanaku, tapi minta tolong ambilkan uang yang ada di saku celananya untuk
ongkosku pulang ke rumah,” ucap pemuda
itu. Mendengar itu semuanya tertawa.
“Ya udah. Ayo
aku antar pulang,”
ucap Rijal
“Sekalian
nanti aku ganti uangnya dan biar aku yang menceritakan kepada Ibumu, seperti permintaanmu,” ucap Rijal
kembali.
Mendengar hal itu pemuda
itupun
langsung mohon izin
untuk pulang lagi dan berlalu bersama Rijal.
Beberapa hari setelah penyidikan, Polisi dengan mudah menangkap Jaki. Dan dia dihukum
penjara selama tujuh tahun.
Dokter David
terus melakukan terapi agar mental Melati kembali normal, Melati pun mulai
bisa berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
Walau terkadang perasaan
takut itu selalu
menghampirinya.
“Terima kasih Nak David, kamu telah membuat Melati
bisa tersenyum kembali dan bisa membuat dia mau memberi keterangan pada polisi,” ucap Ayah Melati.
“Ini sudah tugas saya Pak. Dan bukan saya kok yang mengembalikan senyum anak
Bapak, tapi TUHAN yang berkehendak seperti itu,” sahut
Dokter
David merendah.
“Hari ini, hari terakhir saya bertugas. Saya lihat keadaan Melati sudah membaik.
Karena itu juga saya berterimakasih atas kebaikan Bapak dan Ibu. Selain itu saya juga meminta maaf telah banyak merepotkan Bapak dan Ibu,” ucap Dokter David kembali.
“Tapi Nak David sekali-kali mampirlah ke
rumah. Walaupun tidak merawat Melati lagi, biar tali silaturahmi kita tetap
terjalin,” ucap Ibu Melati.
“Saya usahakan, Bu. Jika ada waktu luang akan saya sempatkan diri untuk mampir ke sini,” sahut Dokter David.
****
Setelah hampir tiga minggu tidak ada kabar dari Arman, malam itu Arman
dan keluarganya datang ke rumah Melati. Kedatangan Arman dan keluarganya
disambut baik oleh keluarga Melati. Tapi sayang sambutan yang baik dari
keluarga Melati itu dipandang sebelah mata oleh keluarga Arman. Karena keluarga
Arman
sudah mengetahui semua cerita
tentang perihal Melati.
Niat baik keluarga Melati dibayar dengan rasa kekecewaan yang sangat
mendalam. Karena kedatangan Arman beserta keluarganya malam itu bukan untuk
membicarakan masalah pernikahan Arman dan Melati yang tinggal menghitung hari.
Akan tetapi, mereka memutuskan lamaran yang telah disepakati dua bulan yang lalu.
“Saya tidak mungkin menikahi Melati,” ucap Arman tegas.
“Kami juga tidak bisa menerima Melati dalam
keadaan seperti itu. Saya
pejabat di kota ini, apa kata
orang nanti jika kami
mempunyai menantu seperti Melati. Reputasi keluarga saya bisa hancur,” sahut
Ayah Arman.
Ayah dan Ibu Melati sangat terkejut mendengar perkataan Arman dan
Ayahnya itu. Tapi mereka mencoba untuk bersabar.
“Bapak, Ibu, dan Nak Arman, kita tahu apa
yang menimpa anak kami itu adalah sebuah musibah. Melati pun tidak menginginkan
hal yang demikian, yang penting kesucian Melati tidak terenggut,” jelas Ayah Melati.
“TIDAK!! Pokoknya kami tidak bisa menerima Melati
yang seperti itu.” Potong Ibu Arman, kasar.
“Saya juga tidak sudi beristri Melati yang
dibawa dua pemuda bergantian,”
ucap
Arman kembali. Arman menganggap Melati adalah wanita korban dua laki-laki bejat
tanpa melihat alur cerita sebenarnya.
Seperti tersambar petir, Melati mendengar perkataan Arman. Nampan yang
berisi minuman untuk keluarga Arman pun terlepas dari genggamannya. Gelas itu
pecah ketika menyentuh lantai, memuntahkan semua isinya. Melati
terdiam membisu dan hanya meneteskan air mata. Belum sembuh betul lukanya,
kemudian luka itu disiram lagi dengan air garam. Betapa perih hati Melati.
“Siapa bilang Melati tidak suci lagi, bagi
kami dia tetap bunga yang menaburkan bau harumnya. Dia tak pernah ternoda oleh
siapapun. Dan Melati tidak seperti apa yang Anda maksud, sehingga membuat
reputasi kalian hancur,” ucap Sarah
emosi.
“Sepertinya kehadiran Anda semua tidak
diperlukan lagi di sini. Karena itu dengan penuh rasa hormat, saya minta Anda pergi dari sini,” ucap Rijal mengusir keluarga Arman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar