Siang itu di bawah tugu desa yang masih
tegak berdiri meski tampak rapuh.
Dan bunga kamboja putih yang mulai bersemi.
Aku duduk menikmati waktu untuk berlalu.
Hidungku mencium semerbak kamboja kala
teruntai sinar mentari.
Telingaku mendengar sang bayu kala
menyelinap di sela-sela tugu.
Sudut pandangku melihat sosok lelaki tua
sedang menyeka lelah.
Nafasnya pun kadang terlihat tersengal.
Ku lihat goresan luka di pundaknya saat ia
singsingkan kain yang membalut tubuhnya.
Namun lelaki tua itu tak nampak sedikitpun
merintih.
Mungkin itu adalah gambaran betapa berat
beban yang dipikulnya.
Ku lihat juga dibias sinar matanya.
Tekad tuk bertahan hidup demi masa depan
anaknya.
Setelah lelah menepi.
Nampak lelaki tua itu mencoba bangkit.
Terkulai.
Lalu bangkit kembali.
Lalu ku ringankan tangan tuk membantunya.
Bukan karena aku terharu.
Bukan karena aku merasa iba.
Tapi karena suatu saat nanti aku akan
seperti itu.
Merasakan jalan panjang yang harus dilalui.
Tanpa tahu di mana ujung pangkalnya.
Dengan sisa tenaga.
Lelaki tua itu mampu kembali menaruh beban
hidup di pundaknya.
Langkahnya gontai terbalut darah.
Tapak kaki yang dulu kekar kini tampak
legam terbakar nanah.
Punggung yang dulu tegap.
Kini mulai membungkuk dan gemetar.
Namun tetap saja semangatnya tak pernah
pudar.
Tetap setia memapah beribu harapan.
Kemudian ia berpesan padaku.
Aku berjuang demi untuk melihat anakku
bahagia.
Sebentar lagi.
Kamu juga akan merasakannya.
Jadi persiapkan bekalmu.
Lalu sosok itu menghilang di balik
pandangan.
Tak lama berselang.
Sosok pemuda nampak berlari.
Terhenti dan menyapaku.
Di mana bapakku?
Ku tunjukkan jalan yang telah dilalui sosok tua
tadi.
Maaf...aku harus bergegas menyusulnya.
Aku harus menggantikannya.
Tak peduli meski aku tak punya mimpi.
Tak peduli meski aku harus terus berlari
tanpa harus berhenti.
Karena takkan berarti jika aku bahagia tapi
orang tuaku telah mati.
Adzan ashar sentuh telingaku.
Sentuh sadarku bahwa semua itu benar-benar
terjadi.
Lalu ku langkahkan kaki.
Tinggalkan tugu desa,bunga kamboja dan luka
pada pundak lelaki tua.
Biarlah ku simpan sendiri selaksa peristiwa
ini.
Untuk bekalku meniti kehidupan nanti.
~ Pysmbo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar