Sabtu, 31 Desember 2016

KESUCIAN SANG BUNGA PART 3




Tak lama berselang, datanglah pemuda itu di kediaman keluarga Melati, pemuda itu masih mengenakan celana pendek dan kaos oblong. Melihat pemuda itu memasuki pintu rumah dan berdiri dengan wajah menunduk hormat pada sang Ayah, Melati langsung berlari memeluknya. Tak menghiraukan hukum yang berlaku, tak menghiraukan ada Ayah dan Ibunya, tak menghiraukan apapun. Melati memeluknya erat, tapi pemuda itu hanya terdiam tetap tertunduk hormat pada sang guru, Ayah Melati. Melati menangis di pelukan pemuda itu. Melati tak henti-hentinya berterima kasih atas apa yang sudah pemuda itu lakukan.
Akhirnya keluarga Melati tahu mengapa Melati ketakutan melihat pemuda itu saat membuka celana dan bajunya. Tetapi terdiam saat pemuda itu memegang tangannya. Ternyata pemuda itu memakaikan baju dan celananya kepada Melati untuk menutupi auratnya. Setelah Melati melepaskan pelukannya itu, barulah semua keluarga meminta maaf dan berterima kasih padanya, sang Ayah bahkan hendak mencium tangannya, tapi buru-buru pemuda itu melarangnya.
“Jangan Pak Ustadz, apapun yang terjadi sayalah yang harus mencium tangan Pak Ustadz. Karena Pak Utadz adalah guru saya,ucap pemuda itu.
Mendengar itu akhirnya Ayah Melati hanya memeluknya. Dan sebagai ucapan terima kasih,  Ayah Melati akan memberikan apa saja yang pemuda itu pinta. Dengan syarat permintaan yang wajar. Sebenarnya pemuda itu menolak, tapi karena terus dipaksa akhirnya pemuda itu memberanikan diri untuk meminta beberapa hal.
Kalau Pak Ustadz memaksa, saya hanya akan meminta tiga hal, ucap pemuda itu.
Baiklah, ayo katakan. Yang penting bisa aku lakukan, Insyaalloh akan aku kabulkan,” jawab Ayah Melati.
Yang pertama, saya meminta celana dan baju saya dikembalikan.”
Mendengar itu, buru-buru Melati memotong,
Maaf Bi, bajunya akan Melati simpan sebagai kenangan hidup. Mungkin dengan baju dan celana itu juga Melati akan merasa tenang dan berani. Karena aku akan selalu ingat bahwa Alloh itu tidak buta, jelas Melati.
Karena sang Ayah kebingungan akhirnya sang Ayah meminta pada pemuda itu untuk menggantikan dengan baju dan celana yang lain.
Tidak apa-apa Pak Ustadz, yang penting saya pulang tidak dengan pakaian seperti ini, ucap pemuda itu.
Mendengar ucapan itu, Sarah buru-buru mengambilkan celana dan baju baru, yang sebenarnya itu untuk diberikan kepada Arman saat pernikahan adiknya nanti. Baju dan celana itu langsung saja diberikan kepada pemuda itu, pemuda itupun tanpa pikir panjang langsung memakai celan dan bajunya, karena merasa risih berdiri di depan keluarga gurunya dengan hanya memakai kaos oblong dan celana pendek. Dan syukur ukuran baju dan celana yang sarah berikan ternyata pas dengan ukuran pemuda itu. Setelah selesai berpakaian, pemuda itu kembali melanjutkan permintaan yang kedua. Itupun setelah Ibu Melati yang meminta untuk dilanjutkan ke permintaan kedua.
Yang kedua, saya mohon Pak Ustadz ikut ke rumah saya. Untuk menjelaskan kepada ibu saya selama saya tidak pulang, bahwa saya berada di sini untuk membantu pesta pernikahan Melati.
Insyaalloh akan aku lakukan, jawab Ayah Melati.
Iya Pak Ustadz, karena ibu saya tidak akan marah kalau Ibu tahu bahwa saya berada di rumah Pak Ustadz. Meski dalam waktu yang sangat lama, karena Pak Ustadz adalah Ustadz panutan keluarga kami, jelas pemuda itu lagi.
Insyalloh nanti akan aku ceritakan semuanya pada ibumu, terus apa permintaanmu yang ketiga,” ucap Ayah Melati lagi.
Pemuda itupun melihat ke arah Ayah, lalu ke arah Ibu, lalu ke Sarah, ke Rijal dan terakhir di tatapan Melati yang juga sedang menatapnya. Lama tatapan mereka tertatap, lalu pemuda itu menundukkan kepala.
“Yang ketiga adalah ijinkanlah saya untuk . tetap menjadi santri Pak Ustadz. Ijinkanlah saya untuk tetap mengaji di sini hingga anak cucu saya nanti.”
Mendengar hal itu, Sang Ayah berdiri memeluk pemuda itu.
“Iya kamu boleh selamanya mengaji di sini,” ucap Ayah Melati sambil meneteskan air mata.
“Terima kasih Pak Ustadz, Umi. Terima kasih sudah mau menerima saya, terima kasih,” ucapnya sambil mempererat pelukan kepada Ayah Melati.
Tak lama berselang akhirnya pemuda itu memohon pamit hendak pulang. Setelah bersalaman ke seluruh keluarga, pemuda itu melangkah pergi. Belum sempat dia keluar dari rumah, dia kembali menoleh ke belakang, semua keluarga melihat itu, lalu pemuda itu menghampiri Melati. Semua terdiam.
Melati,” ucapnya.
“Iya kak, jawab Melati.
Melati boleh menyimpan baju dan celanaku, tapi minta tolong ambilkan uang yang ada di saku celananya untuk ongkosku pulang ke rumah, ucap pemuda itu. Mendengar itu semuanya tertawa.
“Ya udah. Ayo aku antar pulang,” ucap Rijal
“Sekalian nanti aku ganti uangnya dan biar aku yang menceritakan kepada Ibumu, seperti permintaanmu,” ucap Rijal kembali.
Mendengar hal itu pemuda itupun langsung mohon izin untuk pulang lagi dan berlalu bersama Rijal. 
Beberapa hari setelah penyidikan, Polisi dengan mudah menangkap Jaki. Dan dia dihukum penjara selama tujuh tahun.
Dokter David terus melakukan terapi agar mental Melati kembali normal, Melati pun mulai bisa berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya. Walau terkadang perasaan takut itu selalu menghampirinya.
“Terima kasih Nak David, kamu telah membuat Melati bisa tersenyum kembali dan bisa membuat dia mau memberi keterangan pada polisi,ucap Ayah Melati.
“Ini sudah tugas saya Pak. Dan bukan saya kok yang mengembalikan senyum anak Bapak, tapi TUHAN yang berkehendak seperti itu,sahut Dokter David merendah.
“Hari ini, hari terakhir saya bertugas. Saya lihat keadaan Melati sudah membaik. Karena itu juga saya berterimakasih atas kebaikan Bapak dan Ibu. Selain itu saya juga meminta maaf telah banyak merepotkan Bapak dan Ibu,ucap Dokter David kembali.
“Tapi Nak David sekali-kali mampirlah ke rumah. Walaupun tidak merawat Melati lagi, biar tali silaturahmi kita tetap terjalin,ucap Ibu Melati.
Saya usahakan, Bu. Jika ada waktu luang akan saya sempatkan diri untuk mampir ke sini,sahut Dokter David.

                                                ****

Setelah hampir tiga minggu tidak ada kabar dari Arman, malam itu Arman dan keluarganya datang ke rumah Melati. Kedatangan Arman dan keluarganya disambut baik oleh keluarga Melati. Tapi sayang sambutan yang baik dari keluarga Melati itu dipandang sebelah mata oleh keluarga Arman. Karena keluarga Arman sudah mengetahui semua cerita tentang perihal Melati. Niat baik keluarga Melati dibayar dengan rasa kekecewaan yang sangat mendalam. Karena kedatangan Arman beserta keluarganya malam itu bukan untuk membicarakan masalah pernikahan Arman dan Melati yang tinggal menghitung hari. Akan tetapi, mereka memutuskan lamaran yang telah disepakati dua bulan yang lalu.
“Saya tidak mungkin menikahi Melati, ucap Arman tegas.
“Kami juga tidak bisa menerima Melati dalam keadaan seperti itu. Saya pejabat di kota ini, apa kata orang nanti jika kami mempunyai menantu seperti Melati. Reputasi keluarga saya bisa hancur,sahut Ayah Arman.
Ayah dan Ibu Melati sangat terkejut mendengar perkataan Arman dan Ayahnya itu. Tapi mereka mencoba untuk bersabar.
“Bapak, Ibu, dan Nak Arman, kita tahu apa yang menimpa anak kami itu adalah sebuah musibah. Melati pun tidak menginginkan hal yang demikian, yang penting kesucian Melati tidak terenggut, jelas Ayah Melati.
“TIDAK!! Pokoknya kami tidak bisa menerima Melati yang seperti itu.” Potong Ibu Arman, kasar.
“Saya juga tidak sudi beristri Melati yang dibawa dua pemuda bergantian, ucap Arman kembali. Arman menganggap Melati adalah wanita korban dua laki-laki bejat tanpa melihat alur cerita sebenarnya.
Seperti tersambar petir, Melati mendengar perkataan Arman. Nampan yang berisi minuman untuk keluarga Arman pun terlepas dari genggamannya. Gelas itu pecah ketika menyentuh lantai, memuntahkan semua isinya. Melati terdiam membisu dan hanya meneteskan air mata. Belum sembuh betul lukanya, kemudian luka itu disiram lagi dengan air garam. Betapa perih hati Melati.
“Siapa bilang Melati tidak suci lagi, bagi kami dia tetap bunga yang menaburkan bau harumnya. Dia tak pernah ternoda oleh siapapun. Dan Melati tidak seperti apa yang Anda maksud, sehingga membuat reputasi kalian hancur,ucap Sarah emosi.
“Sepertinya kehadiran Anda semua tidak diperlukan lagi di sini. Karena itu dengan penuh rasa hormat, saya minta Anda pergi dari sini,ucap Rijal mengusir keluarga Arman.

                                                     ****  BERSAMBUNG  ****

Alam Raya Temanku

Aku tertawa.
Mereka ikut tertawa.
Aku bersedih.
Mereka ikut bersedih.
Aku tertawa lagi.
Tapi mereka masih bersedih.
Karena tawaku hanya di mulut saja.
Mereka tahu kalau aku berbohong.
Mereka tahu kalau aku menyembunyikan kesedihanku.
Aku bersedih lagi.
Mereka yang kini tertawa terbahak-bahak.
Mereka tidak berbohong.
Ternyata mereka tidak menyukaiku.
Mereka sengaja ikut tertawa dan bersedih.
Hanya ingin aku menderita.
Setelah aku terjatuh.
Barulah aku tahu.
Kalau mereka sebenarnya munafik.
Hanya satu yang mereka ketahui.
Aku memang bersedih.
Mereka berhasil membohongi.
Tapi ingat !
Alam raya adalah temanku.
Anjing yang menggonggong.
Kerbau yang membajak sawah.
Tikus yang di gorong-gorong.
Lapisan-lapisan tanah.
Semua adalah temanku.
Meski mereka hina.
Tahunya hanya bekerja.
Hingga di injak-injak sampai rata.
Tapi aku dan temanku selalu berusaha
Membuat hati yang lain menjadi gembira.
Yang terpenting aku tak berbohong.

~Pysmbo

Jumat, 30 Desember 2016

DP BBM NASEHAT

Lama pysmbo tidak memposting DP BBM. Di akhir tahun ini pysmbo kembali menghadirkan DP BBM terbaru. Semoga Teman Pysmbo di manapun berada menyukai postingan ini.







Novel Ibuku Hidup Kembali Go to Mesir




Alhamdulillah, Novel IBUKU HIDUP KEMBALI sudah sampai di Mesir. Terima kasih tuk Teman Pysmbo yang telah mengirimkan foto ini. Di tunggu foto-foto selanjutnya.

Yuk, yang masih penasaran bagaimana cerita novel ini. Bisa langung order via,
Bbm 5E0C2F2F
Atau WA 085751202387

Senin, 26 Desember 2016

Tugu, Kamboja dan Luka di Pundak Lelaki Tua



Siang itu di bawah tugu desa yang masih tegak berdiri meski tampak rapuh.
Dan bunga kamboja putih yang mulai bersemi.
Aku duduk menikmati waktu untuk berlalu.
Hidungku mencium semerbak kamboja kala teruntai sinar mentari.
Telingaku mendengar sang bayu kala menyelinap di sela-sela tugu.
Sudut pandangku melihat sosok lelaki tua sedang menyeka lelah.
Nafasnya pun kadang terlihat tersengal.
Ku lihat goresan luka di pundaknya saat ia singsingkan kain yang membalut tubuhnya.
Namun lelaki tua itu tak nampak sedikitpun merintih.
Mungkin itu adalah gambaran betapa berat beban yang dipikulnya.
Ku lihat juga dibias sinar matanya.
Tekad tuk bertahan hidup demi masa depan anaknya.
Setelah lelah menepi.
Nampak lelaki tua itu mencoba bangkit.
Terkulai.
Lalu bangkit kembali.
Lalu ku ringankan tangan tuk membantunya.
Bukan karena aku terharu.
Bukan karena aku merasa iba.
Tapi karena suatu saat nanti aku akan seperti itu.
Merasakan jalan panjang yang harus dilalui.
Tanpa tahu di mana ujung pangkalnya.
Dengan sisa tenaga.
Lelaki tua itu mampu kembali menaruh beban hidup di pundaknya.
Langkahnya gontai terbalut darah.
Tapak kaki yang dulu kekar kini tampak legam terbakar nanah.
Punggung yang dulu tegap.
Kini mulai membungkuk dan gemetar.
Namun tetap saja semangatnya tak pernah pudar.
Tetap setia memapah beribu harapan.
Kemudian ia berpesan padaku.
Aku berjuang demi untuk melihat anakku bahagia.
Sebentar lagi.
Kamu juga akan merasakannya.
Jadi persiapkan bekalmu.
Lalu sosok itu menghilang di balik pandangan.
Tak lama berselang.
Sosok pemuda nampak berlari.
Terhenti dan menyapaku.
Di mana bapakku?
Ku tunjukkan jalan yang telah dilalui sosok tua tadi.
Maaf...aku harus bergegas menyusulnya.
Aku harus menggantikannya.
Tak peduli meski aku tak punya mimpi.
Tak peduli meski aku harus terus berlari tanpa harus berhenti.
Karena takkan berarti jika aku bahagia tapi orang tuaku telah mati.
Adzan ashar sentuh telingaku.
Sentuh sadarku bahwa semua itu benar-benar terjadi.
Lalu ku langkahkan kaki.
Tinggalkan tugu desa,bunga kamboja dan luka pada pundak lelaki tua.
Biarlah ku simpan sendiri selaksa peristiwa ini.
Untuk bekalku meniti kehidupan nanti.

~ Pysmbo