Senin, 06 Maret 2017

MERDEKA TANPA CINTA


Merasakan kemerdekaan tanpa cinta.

Mungkin itulah yang ku rasakan sekarang ini.

Sejak dulu semua orang lantangkan kemerdekaan negeri ini.

Tapi pernahkah ibu pertiwi menanyakan pada para pribumi.

Apakah mereka mencintai negeri ini.

Ku yakin mereka tak pernah mempunyai jawaban pasti.

Karena setiap orang mempunyai pendapat sendiri.

Jadi buat apa teriakkan merdeka kalau tidak bahagia.

Bukankah dengan kemerdekaan kita bebas bersuara.

Tapi kenapa suara kita selalu dibungkam.

Dituduh mengganngu keamanan.

Hanya karena gaya pakaian yang urakan.

Lalu dicaci berandalanlah yang anarki.

Siapa yang lebih anarki...??

Apakah Pemberi harapan tak pasti.

Yang selalu bersembunyi di balik dasi.

Apakah para korupsi.

Yang selalu pekikkan merdeka tapi selalu sembunyikan upeti.

Atau kita.

Yang katanya tak punya tujuan pasti.

Tapi selalu bisa menjaga arti sebuah ketinggian hati.

Yang selalu bangga dengan nyali.

Bukan bangga dengan hasil korupsi.

Jadi siapa yang lebih anarki...??

Kemerdekaan dengan cinta itu bukan mimpi sebelum tidur.

Tapi mimpi setelah tidur.

Jadi raihlah.

Tapi jangan pernah berharap akan mudah menggapainya.

Karena ketika waktu berputar tanpa mau kembali.

Maka tidak ada kenangan yang harus dilalui.

Ini hidup kami dengan segala warnanya.

Mana hidup dan warna kalian.

Kami merah.

Apa kalian putih.

Meski berbeda.

Jangan pandang kami dengan benci.

Tapi pandanglah kami dengan hati.

Agar kemerdekaan negeri ini bagai mentari di pangkuan pertiwi.

Agar cinta kami pada negeri ini tak seperti tungku tanpa api.

Melainkan bagaikan bintang yang selalu bersinar.

Membiasi lambang garuda yang selalu tersematkan di dalam jiwa.


Note:
Puisi ini pernah diikutsertakan dalam lomba penulisan puisi yang diselenggarakan oleh Penerbit Indie Sabana Pustaka dengan tema Bebas (Agustus 2016)

JERITAN HATI



Sungguh diriku tak tau lagi harus bagaimana.
Aku lelah memandang kekosongan hati.
Baru saja ku temukan cinta.
Tapi takdir merenggutnya.
Kau tanamkan cerita dusta.
Kau siksa setia dengan kemunafikan.
Kau caci nurani dengan janji yg teringkari.
Lalu....!!
Saat luka menjadi abadi.
Kau meratap ingin kembali.
Kau sanjung hingga hinakan diri.
Apa memang seperti itu cinta.
Saat berdusta.
Berani lantangkan jangan ajari aku tentang sumpah setia.
Saat sendiri.
Tersipu bisikkan kata apa kau tega membuatku sepi.
Apa memang seperti itu cinta.
Mampu merubah hati lembut menjadi belati tumpul berkarat yang siap di tikamkan.
Mampu merubah bahagia menjadi dendam yang selalu mengancam.
Apa memang seperti itu cinta.
Bisa membuat hati yang tak lagi menyukai.
Tapi begitu sulit untuk membenci.
Maaf cinta.
Meski pesonamu masih mengikat erat jiwaku.
Namun biarlah semua rayuanmu terbenam bersama janji yang telah usang.
Biarlah semua kenangan itu terkubur bersama luka.
Meski aku tau.
Luka tak bisa di sembuhkan oleh waktu.
Namun biarlah waktu ku rajut untuk menutupi bekas luka itu.
Hingga waktu memberitahu.
Untuk siapa cinta sejatiku.


Note:
Puisi ini pernah diikutsertakan dalam lomba penulisan puisi yang diselenggarakan oleh Penerbit Indie Sabana Pustaka dengan tema Bebas (Agustus 2016)

AKU

Aku yang letih menghadapi kenyataan hidup.
Malam ini tak ada satupun yang menemani.
Ingin ku bercerita dengan bintang.
Tapi mereka membisu.
Ingin ku bicara dengan rembulan.
Tapi dia tak lagi tampakkan diri.
Yang ada hanya bisikan bayu yang bercanda dengan jelaga.
Belai telingaku.
Sadarkan anganku.
Bahwa masih banyak pertanyaan waktu yang belum terjawab.
Tapi aku tak tertarik dengan pertanyaan itu.
Aku tak tertarik dengan cerita yang berlebihan.
aku lebih suka apa adanya.
Lebih suka dengan apa yang kurasakan.
Inilah aku.
Yang selalu menerima beban hidup dengan ratapan air mata dan jiwa yang tegar.
yang selalu menerima beban tugas dengan sedu sedan air mata dan raga yang lapang.
yang selalu menerima beban asmara dengan endapan air mata dan hati yang terdiam.
Aku juga terlahir dengan tak tersaji indah.
Jika kamu tidak menyukainya.
Jadi mohon maaf saja.
Karena Aku akan tetap seperti itu.
menjadi diriku sendiri.
melakukan apa yang membuatku senang.
Hingga waktu tak lagi berputar pada porosnya.
Untuk memisahkan aku dan kenanganku.
Tapi sebelum waktu membelaiku.
Meski aku tak pernah kau hargai.
Aku akan selalu memaafkanmu.
Bukan karena wajahmu.
Bukan karena hartamu.
Tapi....!!!
Karena senyumanmu.

  

Note:
 Puisi ini pernah diikutsertakan dalam lomba penulisan puisi yang diselenggarakan oleh Penerbit Indie Sabana Pustaka dengan tema Bebas (Agustus 2016)

KESUCIAN SANG BUNGA PART 6



Setelah beberapa minggu, Melati tampak sudah sangat sembuh dari derita yang dialaminya. Kemudian Melati dan Dokter David sekali lagi menemui Jaki di salah satu ruangan kosong di kantor polisi. Dalam pertemuan itu sudah tak ada lagi takut yang menghantui Melati, kali ini malah merasa kasian kepada Jaki yang terlihat sangat kurus selama berada di tahanan.
Untuk pertemuan pertama pasca kesembuhan Melati yang telah pulih total ini, Dokter David masih membatasi dengan obrolan ringan. Tiga minggu selanjutnya Dokter David kembali mengatur jadwal pertemuan serius antara Melati dan Jaki, untuk memperoleh satu informasi penting dari Jaki. Dalam pertemuan itu awalnya dihadiri Melati, Dokter David dan beberapa polisi, namun karena Jaki tetap akan memberitahukan informasi itu hanya kepada Melati maka Jaki meminta kepada semua yang hadir agar meninggalkan Melati dan Jaki berdua.
Melatipun setuju akan hal itu, maka yang lain menunggu dan melihat Jaki dan Melati dari luar ruangan. Meski sempat takut, tapi kali ini Melati sudah bisa mengatasinya, karena Melati masih bisa melihat suaminya dan para polisi yang berada di luar ruangan.
            “Melati maafkan aku,” ucap Jaki.
            “Tidak apa-apa aku sudah memaafkanmu,” jawab Melati.
            “Memang informasi penting apa sehingga kamu akan memberitahukan hanya padaku?Tanya Melati.
            “Seperti ini ceritanya,” ucap Jaki.
            “Pada saat kamu hendak pergi, saat aku menghadangmu, ternyata ada seseorang dari seberang jalan melihat kelakuan tidak sopanku kepadamu, lanjut Jaki.
            Lalu…..!?” ucap Melati mulai bertanya-tanya.
        “Seseorang itu melihat kita dari dalam mobilnya, setelah kamu berlalu pergi, seseorang itu memanggilku. Dia menawarkan sejumlah uang, menyuruhku hanya untuk memboncengmu. Yaaa…. Hanya untuk memboncengmu berdua, sekali lagi maafkan aku, setelah kita berdua di atas motor, entah setan mana yang membisikkanku untuk melakukan itu, mungkin karena aku masih dalam pengaruh alkohol,” ucap Jaki menjelaskan semua awal kisah kejadian itu.
Melati terdiam, air matanya kembali menetes deras. Melihat itu Dokter David segera akan masuk ke dalam ruangan, tapi buru-buru ditahan oleh seorang polisi.
        “Biarkan dulu Dok, biarkan Melati mengatasi ini sendiri,” ucap Polisi itu. Dokter Davidpun menurutinya. Kemudian kembali fokus melihat Melati.
            Katamu, bahwa kamu disuruh dan dibayar seseorang,Tanya Melati kembali kepada Jaki.
            Iya aku disuruh,” jawab Jaki.
            Siapa yang menyuruhmu?” Tanya Melati lagi.
          Maafkan aku Melati, aku tidak sempat menanyakan siapa namanya, yang aku tahu dia seorang laki-laki berumur sekitr 40 tahun-nan. Dia memiliki tato huruf R di leher sebelah kiri tepat di bawah telinganya,” jelas Jaki.
Setelah itu mereka kembali ke obrolan biasa, memperbolehkan Dokter David dan para polisi kembali masuk ke dalam ruangan. Melati dan Dokter David pun kembali pulang, Jakipun di bawa kembali ke ruang tahanan untuk melanjutkan masa tahanannya. Sejak saat itu juga Melati tak lagi menemui Jaki.
Sesampai di rumah Dokter David menanyakan tentang obrolan itu, tapi Melati nampaknya masih enggan menceritakannya. Sedangkan para Polisi tak lagi repot-repot meminta keterangan kepada Melati, karena semua obrolan itu terekam dan sudah menjadi barang bukti bagi Polisi.
*****
Beberapa minggu kemudian, pada saat semua keluarga berkumpul, barulah Melati menceritakan semua informasi yang sudah disampaikan oleh Jaki. Semua keluarga kaget mendengar penuturan Melati tersebut. Tapi tetap saja semua menjadi pertanyaan yang tak terjawab. Siapa laki-laki yang menyuruh Jaki yang mempunyai tato R di lehernya ini. Pihak polisipun seakan-akan menemukan jalan buntu untuk menguak kasus Melati. Akhirnya pihak keluarga tak begitu memikirkan permasalahan itu, terlebih lagi kini Melati sedang hamil.
Sebelum Melati melahirkan, Melati dan segenap keluarga mendengar berita dari televisi bahwa Arman akan melangsungkan pernikahan dengan gadis cantik anak pengusaha batu bara. Dan pernikahannya ini akan disiarkan langsung di televisi local. Mendengar berita itu, jantung Melati sempat berdegup dengan kencang, karena baginya Arman adalah cinta pertamanya. Namun cepat-cepat Melati bangun dari kenyataan, bahwa sudah ada Dokter David yang sangat menyayanginya, juga sebentar lagi mereka akan dikarunia seorang anak.
Pernikahan Armanpun digelar, tapi hanya ayah dan ibu Melati yang diundang. Meski pernah disakiti, namun mereka tetap menghadiri pernikahan itu. Bagi Melati tetap saja menjadi tontonan menarik di layar televisi, seorang pemuda tampan anak dari seorang pejabat menikahi seorang gadis cantik anak dari pengusaha batu bara. Selama melihat tayangan itu, Melati sempat membayangkan betapa bahagianya seandainya dialah yang menjadi mempelai wanitanya, tapi sekali lagi Melati mampu keluar dari mimpi itu, kini Melati jauh lebih tegar.
******
Beberapa bulan kemudian, Melati melahirkan bayi perempuan dengan selamat. Dia diberi nama Shania Fatma Wardani Jabbar, nama Jabbar sengaja di sisipkan atas permintaan Melati, karena nama itu adalah nama pahlawannya.
Karena sang pahlawan berada di desa lain, juga karena dia dari kalangan orang yang berekonomi rendah, maka Melati sendirilah yang meminta pada suaminya untuk memberitahukan berita bahagia atas kelahiran anaknya. Itupun setelah usia anak Melati sudah berumur 3 bulan. Kehadiran Melati di rumah Ibu Fatimah diterima dengan semerbak senyuman, karena Ayah Melati termasuk Ustadz panutan dan banyak mempunyai murid dari desa itu. Mendadak rumah Ibu Fatimah yang sederhana itu dipenuhi oleh para tetangga yang ingin bersalaman dengan Melati, Putri dari Ustadz Husin. Juga ingin melihat Shania.
******
Waktu terus berganti, Shaniapun tumbuh menjadi gadis cantik. Dengan adanya Shania, Jabbar dan Ibunya sering menjenguk Shania. Ibu Fatimah  menganggap Shania adalah cucunya sendiri.
Hingga suatu hari Shania mengalami demam, Melati dan Dokter David membawanya ke Rumah Sakit terbesar di kota itu. Sesampai di Rumah Sakit, disalah satu ruangan yang bertuliskan poli kandungan”, di depan pintunya berdiri seorang laki-laki dengan memakai setelan jas. Sepertinya di dalam ada orang dari kalangan penting yang mau melahirkan. Laki-laki yang memakai setelan jas itu seakan-akan sedang berjaga-jaga, saat melintas, tanpa sengaja Melati melihat dari kejauhan laki-laki yang berdiri di depan pintu itu memiliki tato R di lehernya. Tapi karena Melati panik dan sedang membawa Shania ke Dokter spesialis anak, Melati tak menghiraukan lelaki yang berdiri di depan pintu itu.
Setelah Shania ditangani Dokter, dan kondisinya pun mulai membaik, Melati memberitahukan Sarah agar ke Rumah Sakit, sekalian mengajak Jabbar agar ikut ke Rumah Sakit.  Tak lama berselang, Sarah datang bersama Ibu Melati dan Jabbar. Dokter David yang sedari tadi mengelus rambut putrinya itu, sampai tak menghiraukan kedatangan Sarah dan keluarga. Setelah itu, Melati memberi isyarat pada Jabbar untuk menjauh dari tempat tidur Shania. Melihat ada yang mencurigakan, Sarah ikut menjauh dan mendekati Melati yang sedang berbicara dengan Jabbar.
            Ada apa Melati? Tanya Sarah.
            Kakak ingat apa yang aku ceritakan dulu, Jaki pernah menyebutkan bahwa dia disuruh disuruh dan dibayar oleh seseorang yang mempunyai tato R di lehernya,” ucap Melati menjelaskan kepada Sarah.
            Iya, terus?Tanya Sarah kembali.
          Tadi sewaktu aku masuk ke sini, sepertinya aku melihat seseorang yang berdiri di depan pintu dengan tato R di lehernya di poli kandungan. Jadi aku akan menyuruh Jabbar ke sana untuk memastikan apakah itu benar tato yang sama atau tato yang lain,” jelas Melati kembali.
Sarah dan Jabbarpun mengerti. Lalu Jabbar langsung meluncur ke tempat yang di tuju, sedangkan Melati dan Sarah kembali bergabung bersama Ibu dan Dokter David yang masih di samping Shania. Jabbar sudah berada di tempat yang dimaksud, lelaki itu masih berdiri di depan pintu. Untuk lebih sekedar melihat tatonya, Jabbar malah ingin tahu siapa yang ada di dalam ruangan tersebut, Jabbarpun langsung ingin masuk ke dalam ruangan, tapi belum sampai tangannya memegang pintu, lelaki bersetelan jas itu sudah mencegahnya.
            Maaf Dik, masih ada pertemuan penting di dalam” ucap lelaki itu.
            Tapi pak, istriku ada di dalam,” jawab Jabbar.
            Tidak apa-apa, tunggu aja di luar,” ucap lelaki itu lagi sambil mempersilahkan Jabbar duduk di kursi di depannya. Lelaki itu sangat sopan, tapi tetap saja membuat Jabbar agak kesal. Akhirnya Jabbar kembali ke kamar Shania dengan hanya mendapat sedikit informasi.
            “Gimana Bar?Tanya Sarah.
            Positif Mbak, jawabnya.
Merekapun lalu berbincang–bincang seadanya, setelah beberapa jam Shania mendapatkan perawatan di Rumah Sakit itu. Shania sudah dinyatakan sembuh, Shania hanya terkena demam biasa dan diperbolehkan untuk pulang.
Sesampainya di rumah dan setelah membereskan tempat tidur Shania, Melati menemui Sarah dan Jabbar yang berada di ruang tamu. Tak lama berselang, Dokter David juga ikut bergabung, di situlah Melati bercerita kepada suaminya, tapi tetap saja semua menemukan jalan buntu. Dengan apa menjerat lelaki bertato itu, kepada siapa dia bekerja. Tiba-tiba Melati teringat tentang sesuatu, lalu meminta suaminya untuk ke studio televisi lokal untuk meminjam rekaman acara pernikahan Arman. Karena menurut Dokter David hal itu akan sangat sulit, maka Dokter David meminta bantuan dari pihak kepolisian.
*** BERSAMBUNG ***