Mentari menjenguk pagi dengan sinarnya.
Biasi embun memantul menyelinap ke dalam
kamarku dari sela jendela.
Sinarnya terjatuh berbaris di samping
tempat tidur yang lapuk.
Ku buang mata untuk melihatnya.
Ternyata
embun itu enggan bergulir.
Enggan jatuh ke tanah.
Karena takut terserap lalu musnah.
Kemudian sudut pandangku melihat secarik
kertas kusam di atas meja.
Di situ tertulis kenangan kita.
Kenangan dulu saat kita habiskan malam
melihat bintang yang menghilang satu persatu.
Memang kini kau tak lagi di sampingku.
Meninggalkan aku dan kenanganmu.
Akupun juga sudah menitipkan kenanganku
padamu untuk selalu menemanimu.
Kita memang jauh terpisah.
Sudah tak ada lagi jawaban dari rasa yang
perlu kita tunggu.
Tapi bila saja engkau tahu.
Meski wajahmu tlah terhapuskan.
Tapi tutur lembut saat kau merayu kala aku
merajuk.
Masih sangat ku rindu.
Pernah ku coba berlari dan bersembunyi tuk
membunuh rindu ini.
Namun tetap saja tak bisa.
Semakin ku mencoba berpaling.
Semakin kuat perasaan itu mengakar di relung
hati.
Apakah kau juga merasakan seperti itu.
Lalu dengan apa aku harus melupakanmu.
Jika kau tahu caranya.
Beritahu aku.
Biar rindu ini tak mati dan bersemayam di
dalam hati.
Karena sangat tak elok kalau kita sudah
menempuh hidup baru.
Tapi masih ada yang lain untuk di rindu.
Ku ucapkan sekali lagi.
Aku sudah berusaha melupakanmu.
Tapi Aku tak bisa mendustai hatiku.
Untuk munafiki semua rasaku.
Kini yang ku bisa hanya haturkan maaf jika
aku tak mampu melupakanmu.
Ku haturkan itu karena jika kenangan itu
menghilang.
Maka ada sesuatu yang menghilang juga dari
hidupku.
Yaitu....
Cinta sejati.
Pysmbo 030117 balikpapan.
Surat balasan dari rumit
For marco marcelino hitipeuw indonesia -
belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar