Sabtu, 14 Januari 2017

JIWA MERINDU



Awan jingga senja itu mulai memudar.
Mengantar sang terang entah pergi ke mana.
Lantas gelap mulai menari berbalut sunyi.
Di bawah temaram bulan sabit.
Bayangan wajah nan perkasa masih terlihat jelas.
Matanya bak bintang berkilau menyapu gelap.
Rambutnya hitam selaksa pekatnya malam.
Senyumnya bagai pelangi membelah cakrawala setelah hujan.
Sungguh membuat hati ini menaruh rindu yang teramat dalam.

Tak terasa malam telah begitu larut.
Ragaku terbaring di peraduan yang mulai lapuk.
Namun jiwaku masih saja bersamanya.
Sesaat kemudian lamunanku semburat.
Ketika penunjuk waktu berdenting menandakan pukul tiga pagi.
Segera kubentangkan sajadah dan sesaat larut dalam lantunan doa.
Kuceritakan pada SANG MAHA SEMESTA.
Tentang cinta & rindu.
Tentang takut & cemas akan kehilangan sosok yang kan membimbingku ke surga.

Kau adalah surga dunia dalam hidupku.
Akhlak mulia dan budi pekerti yang tersaji indah.
Mampu menuntunku menuju kamu.
Hingga dirimu menjadi bait-bait doa dalam setiap sujudku.

Lalu bagaimana aku mampu terbangun ke dunia nyata.
Jika harum nafasmu tak dapat kurasa.
Jika sedu sedanmu tak berhias tawa.
Apa cukup dengan senyuman tersungging di bibir.
Atau dengan air mata yang mengalir di pipi.
Atau dengan apa untuk membuktikan bahwa rinduku padamu sungguh tak tertahan.

Wahai sang penyejuk hati
Akan kutunggu kau dengan khitbahmu.
Jemput aku dengan ijab qabulmu.
Maka aku halal untukmu selamanya.
Yaa...!
Selamanya.


~Pysmbo



Note:
Puisi ini pernah diikutsertakan dalam lomba puisi tausyiah cinta dengan tema cinta halal pada akun Instagram @tausyiahku_ (18 November 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar