Awan jingga senja itu mulai
memudar.
Mengantar sang terang entah pergi
ke mana.
Lantas gelap mulai menari berbalut
sunyi.
Di bawah temaram bulan sabit.
Bayangan wajah nan perkasa masih
terlihat jelas.
Matanya bak bintang berkilau
menyapu gelap.
Rambutnya hitam selaksa pekatnya
malam.
Senyumnya bagai pelangi membelah
cakrawala setelah hujan.
Sungguh membuat hati ini menaruh
rindu yang teramat dalam.
Tak terasa malam telah begitu
larut.
Ragaku terbaring di peraduan yang
mulai lapuk.
Namun jiwaku masih saja bersamanya.
Sesaat kemudian lamunanku semburat.
Ketika penunjuk waktu berdenting
menandakan pukul tiga pagi.
Segera kubentangkan sajadah dan
sesaat larut dalam lantunan doa.
Kuceritakan pada SANG MAHA SEMESTA.
Tentang cinta & rindu.
Tentang takut & cemas akan
kehilangan sosok yang kan membimbingku ke surga.
Akhlak mulia dan budi pekerti yang
tersaji indah.
Mampu menuntunku menuju kamu.
Hingga dirimu menjadi bait-bait doa
dalam setiap sujudku.
Lalu bagaimana aku mampu terbangun
ke dunia nyata.
Jika harum nafasmu tak dapat
kurasa.
Jika sedu sedanmu tak berhias tawa.
Apa cukup dengan senyuman
tersungging di bibir.
Atau dengan air mata yang mengalir
di pipi.
Atau dengan apa untuk membuktikan
bahwa rinduku padamu sungguh tak tertahan.
Wahai sang penyejuk hati
Akan kutunggu kau dengan
khitbahmu.
Jemput aku dengan ijab qabulmu.
Maka aku halal untukmu selamanya.
Yaa...!
Selamanya.
~Pysmbo
Note:
Puisi ini pernah diikutsertakan dalam lomba puisi tausyiah cinta dengan tema cinta halal pada akun Instagram @tausyiahku_ (18 November 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar