Apa kabar nak.
Ayahmu tak lagi
berkeberanian tanpa tawa riangmu.
Bahagiamu adalah sumber
seluruh gerakku.
Begitulah hari-hariku
kini.
Tua, rapuh, berat dan
melelahkan.
Berharap engkau mengerti
jika dewasa nanti.
Bagaimana aku melukiskan
cinta dan harapan padamu.
Seperti apa ibumu
mencurahkan kasih sayang padamu.
Semoga kami masih tetap diberikan kekuatan.
Hingga kau mampu memeluk
bintangmu.
Maafkan Ayah.
Kalau dulu tak punya cukup
waktu untuk menatapmu saat kau terlelap.
Tak punya cukup waktu
untuk memelukmu saat kau bermimpi.
Juga maafkan ibumu yang
cerewet.
Namun itu adalah simbol
pedulinya padamu.
Semua bapak lakukan hanya
untuk mencari secuil harapan untuk bekalmu meniti masa depan.
Semua ibumu lakukan hanya
untuk menjadikanmu anak yang tegar.
Terima kasih juga untuk
istriku.
Yang rela campakkan lelapnya
hanya untuk mengusap linang air mata anakku.
Saat tangisan mereka memecah sunyinya malam.
Dalam bertambahnya usia, semoga kalian mengerti.
Kelak meski sendiri, tapi jangan pernah lupa.
Kasih sayang kami
takkan ada akhirnya.
Kecuali senyuman tak mampu
bersanding dengan letihnya hari.
Ingat...!
Dari mentari terbit hingga tenggelam di batas ufuk.
Ayah dan ibumu selalu
mendoakanmu.
Kami sayang kamu.
Buatlah kami bangga telah
membesarkanmu.
Note:
Puisi ini terdapat dalam Novel IBUKU HIDUP KEMBALI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar